السلام عليكم ورحمة الله وبركاتهبسم الله الرحمن الرحيم الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله ، وبعد
Dalam
agama Islam, yang namanya hari raya hanya ada dua saja, yaitu hari
‘Idul Fithr dan ‘Idul Adha. Selebihnya, tidak ada pensyariatannya,
sehingga sebagai muslim, tidak ada kepentingan apapun untuk merayakan
datangnya tahun baru.
Namun ketika harus menjawab, apakah bila
ikut merayakannya akan berdosa, tentu jawabannya akan menjadi beragam.
Yang jelas haramnya adalah bila mengikuti perayaan agama tertentu.
Hukumnya telah disepakati haram. Artinya, seorang muslim diharamkan
mengikuti ritual agama selain Islam, termasuk ikut merayakan hari
tersebut.
Maka semua bentuk Natal
bersama, atau apapun ritual agama lainnya, haram dilakukan oleh umat
Islam. Dan larangannya bersifat mutlak, bukan sekedar mengada-ada.
Majelis Ulama Indonesia pada tanggal 7 Maret tahun 1981/ 1 Jumadil Awwal 1401 H telah mengeluarkan fatwa haramnya natal bersama yang ditanda-tangani oleh ketuanya K.H.M. Syukri Ghazali. Salah satu kutipannya adalah :
- Perayaan Natal di Indonesia meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi Isa A.S, akan tetapi Natal itu tidak dapat dipisahkan dari soal-soal yang diterangkan di atas.
- Mengikuti upacara Natal bersama bagi ummat islam hukumnya Haram
- Agar ummat islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah SWT dianjurkan untuk tidak mengikuti kegitan-kegiatan Natal.
Namun
bagaimana dengan perayaan yang tidak terkait unsur agama, melainkan
hanya terkait dengan kebiasaan suatu masyarakat atau suatu bangsa?
Sebagian
kalangan masih bersikeras untuk mengaitkan perayaan datangnya tahun
baru dengan kegiatan bangsa-bangsa non-muslim. Dan meski tidak langsung
terkait dengan masalah ritual agama, tetap dianggap haram. Pasalnya,
perbuatan itu merupakan tasyabbuh orang kafir, meski tidak terkait
dengan ritual keagamaan. Mereka mengajukan dalil bahwa Rasulullah SAW
melarang
tasyabbuh bil kuffar
tasyabbuh bil kuffar
عن ابن عمر قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم من تشبه بقوم فهو منهم
Dari Ibnu Umar ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, Siapa yang menyerupa suatu kaum, maka dia termasuk di antara mereka.
عبد الله بن عمرو أنه قال : من بنى بأرض المشركين وصنع نيروزهم ومهرجانهم وتشبه بهم حتى يموت حشر معهم يوم القيامة
Dari
Abdullah bin Amr berkata bahwa orang yang mendirikan Nairuz dan
Mahrajahdi atas tanah orang-orang musyrik serta menyerupai mereka hingga
wafat, maka di hari kiamat akan dibangkitkan bersama dengan mereka.
Tasyabbuh di sini bersaifat mutlak, baik terkait hal-hal yang bersifat ritual agama ataupun yang tidak terkait.
Namun
sebagian kalangan secara tegas memberikan batasan, yaitu hanya hal-hal
yang memang terkait dengan agama saja yang diharamkan buat kita untuk
menyerupai. Sedangkan pada hal-hal lain yang tidak terkait dengan ritual
agama, maka tidak ada larangan. Misalnya dalam perayaan tahun baru,
menurut mereka umumnya orang tidak mengaitkan perayaan tahun baru dengan
ritual agama. Di berbagai belahan dunia, orang-orang melakukannya
bahkan diiringi dengan pesta dan lainnya.Tetapi bukan di dalam rumah
ibadah, juga bukan perayaan agama.
Dengan demikian, pada dasarnya tidak salah bila bangsa itu merayakannya, meski mereka memeluk agama Islam.
Namun
lepas dari dua kutub perbedaan pendapat ini, paling tidak buat kita
umat Islam yang bukan orang Barat, perlu rasanya kita mengevaluasi dan
berkaca diri terhadap perayaan malam tahun baru.
Pertama,biar
bagaimana pun perayaan malam tahun baru tidak ada tuntunannya dari
Rasulullah SAW. Kalau pun dikerjakan tidak ada pahalanya, bahkan
sebagian ulama mengatakannya sebagai bid’ah dan peniruan terhadap orang
kafir.
Kedua, tidak ada keuntungan apapun secara moril maupun
materil untuk melakukan perayaan itu. Umumnya hanya sekedar latah dan
ikut-ikutan, terutama buat kita bangsa timur yang sedang mengalami
degradasi pengaruh pola hidup western. Bahkan seringkali malah sekedar pesta yang membuang-buang harta secara percuma
Ketiga,
bila perayaan ini selalu dikerjakan akan menjadi sebuah tradisi
tersendir, dikhawatirkan pada suatu saat akan dianggap sebagai sebuah
kewajiban, bahkan menjadi ritual agama. Padahal perayaan itu hanyalah
budaya impor yang bukan asli budaya bangsa kita.
.Keempat, karena
semua pertimbangan di atas, sebaiknya sebagai muslim kita tidak perlu
mentradisikan acara apapun, meski tahajud atau mabit atau sejenisnya
secara massal. Kalaulah ingin mengadakan malam pembinaan atau apapun,
sebaiknya hindari untuk dilakukan pada malam tahun baru, agar tidak
terkesan sebagai bagian dari perayaan. Meski belum tentu menjadi haram
hukumnya.
والله أعلم بالصواب والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Ahmad Sarwat, Lc.
Sumber: http://blog.re.or.id/memeriahkan-acara-tahun-baru-masehi.htm